Rabu, 30 Oktober 2013

Bukan Pameran Biasa

   "Woyy...Lau di mana?" Ketik saya singkat dengan aksen ala anak gaul Jakarta via whatsapp. "Gw lagi di Pejaten fa", jawab teman saya. Perkenalkan nama teman saya Dwi Kurnianto, kuliah di Universitas Indraprasta. Tempat Kuliah yang biaya perbulannya hanya Rp 200.00, beda sekali dengan saya yang kuliah di Univ Mer*cu Bua*na dengan harga perbulannya diatas rata-rata.

   "Ikut gw ke Kemang yuk", ajak saya sedikit memaksa. "Gw dari pagi sampe siang di Kemang fa, ini gw lagi di Pejaten. Lo ke KeluargaMart Pejaten aja nanti gw anter ke Kemang, emang lau mau ngapain ke Kemang?", tanya Dwi. "Gw mau liat pameran fotografi, yaudah gw OTW nih", jawab saya bersemangat.

   Biar saya beritahukan kepada kalian dear reader, ketika merujuk kata "Kemang", teman yang paling saya ingat adalah Dwi. Teman saya yang satu ini memang aktivis kemang bahkan bisa disebut anak gaul kemang, tiap hari dia akan sering terlihat di daerah Kemang. Dwi adalah sosok teman yang sangat loyal dan rela mati demi temannya. Hobinya futsal dan posisi favoritnya adalah penjaga gawang. Seperti yang pernah ia katakan, "Rambut gw udah kaya Kurnia Meiga ya?", merujuk pada penjaga gawang Timnas Indonesia kekinian. Kalau tidak percaya mention saja @dwikurnianto, tanyakan kepadanya jalan-jalan kemang dan lihat apakah rambutnya mirip Kurnia Meiga.

kelas pagi Jakarta - Jim Morisson - kelas pagi Yogyakarta
Singkat cerita kami sudah sampai di Waga Studio Kemang, persis di depan Kaepci Kemang. Kami mulai masuk ke studio dan melihat hasil karya pameran fotografi tersebut. "Gw gak ngerti nih bro yang beginian", ucap Dwi lirih. Tiba-tiba ada salah satu crew dari pameran datang menghampiri kami. "Kalau menurut lo, apa maksud gambar ini?", tanya salah satu crew sembari menunjuk gambar yang berjudul "Woman and Butterfly". "Kupu-kupu malam mas", jawab saya yakin. "Jadi maksud gambar ini adalah Perempuan itu rapuh seperti sayap kupu-kupu yang mudah patah", jawab crew yang kami kenal bernama Albert ini menjelaskan.

Aku adalah Kamu
Tak lama kemudian mata saya langsung tertuju kepada salah satu karya yang berjudl "Tisuku Sayangku", mungkin untuk anak muda sebaya saya ketika mendengar judul tersebut akan terasa familiar sekali. Mau atau malu kalian pasti akan langsung mengerti interpretasi judul tersebut. Banyak sekali karya-karya gila yang ditampilkan disana, namun yang sangat mengena kesan saya ialah karya yang berjudul "Aku adalah Kamu". Karya "Aku adalah Kamu" menurut saya mengintepretasikan bahwa sex adalah hak hidup semua orang, tak terkecuali orang yang memiliki kekurangan fisik. Karya ini lebih dari sekedar gambar, namun disisipkan syair puisi di sebelahnya.

Setelah puas berlama-lama di Waga Studio, kami pun pulang. Kami singgah di warung angkringan yang terletak di depan D'Cost kemang. Kami mengobrol berbagai macam topik mengenai pekerjaan yang kami lakukan, kegiatan di kampus yang tidak jelas itu, sampai Dwi yang belum move on dari mantannya. Dwi sampai berhenti menggunakan twitter untuk menghentikan kecanduannya melihat timeline mantannya. Setelah menenggak 2 gelas susu murni madu dan merasa sudah cukup tinggi, kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.

Di jalan pulang, saya masih terbayang tema pameran tadi. Interpretasi orang soal sex bisa berbeda-beda. Ada yang menganggapnya tabu dan malu-malu, ada pula yang menganggapnya sebagai olahraga rutin seperti hal nya futsal ataupun tenis meja, hanya sebagai kegiatan menguras keringat. Lain lagi menurut saya, sex adalah soal suci, soal kegiatan tertinggi yang saya anggap kegiatan sakral setelah menikah. Menurut kamu ?